Setiap pagi, sebelum matahari terbit, Pak Dadang (52) sudah bersiap dengan gerobak sayurnya yang sudah tua. Sejak suaminya meninggal lima tahun lalu, ia harus menghidupi ketiga anaknya sendirian dengan berjualan sayur keliling di sekitar Karawang. "Biasanya mulai jam 4 pagi sampai jam 11 siang," ujarnya dengan suara serak. Hari itu, seperti biasa, ia berhenti di bawah pohon rindang untuk beristirahat sejenak setelah berkeliling kompleks perumahan. Dengan seragam lusuh dan topi caping yang sudah kusam, ia duduk di pinggir jalan, menikmati waktu istirahat yang singkat. Dari saku celananya, ia mengeluarkan smartphone sederhana pemberian anak sulungnya. "Biasa, cuma iseng waktu istirahat," katanya. Modal yang ia miliki hanya Rp 13.000—uang sisa dari jatah makan siang yang sengaja ia sisihkan.

Putaran pertama hanya menghasilkan kemenangan kecil, cukup untuk membeli sebotol air mineral. Putaran kedua, hampir sama. Tapi di putaran ketiga, sesuatu yang aneh mulai terjadi. Simbol scatter hitam pertama muncul, memberikan putaran bonus kecil. "Wah, dapat bonus," gumamnya santai. Yang membuatnya takjub, sebelum putaran bonus selesai, scatter hitam kedua muncul. "Lho, kok bisa lagi?" ucapnya sambil menggosok-gosok mata. Tapi belum selesai keheranannya, putaran bonus yang dihasilkan ternyata berbeda dari yang biasa ia alami.

Suasana jalanan yang ramai tiba-tiba seolah meredup. Suara kendaraan, teriakan penjual lain, dan langkah kaki pejalan kaki seakan menghilang. Pak Dadang yang biasanya tenang, mulai merasakan debaran jantungnya. "Tangan ini sampai gemetar pegang hape," kenangnya. Dalam putaran bonus itu, multiplier terus naik seperti tidak ada habisnya. Dari 20x, ke 45x, lalu melonjak ke 100x. "Saya cuma bisa baca istighfar, tidak percaya dengan apa yang dilihat mata," ujarnya dengan suara bergetar.

Kejutan di Bawah Terik Matahari

Bagi Pak Dadang yang hanya tamatan SD, istilah scatter hitam itu sendiri sesuatu yang asing. "Saya tidak paham pola-pola rumit seperti yang dibicarakan orang. Saya main saja, ikut feeling," akunya. Tapi momen dua scatter hitam beruntun itu adalah sesuatu yang bahkan pemain profesional pun jarang mengalaminya. Probabilitasnya sangat kecil, seperti mencari jarum di tumpukan jerami. "Tahu-tahu saja dapat, tidak pakai mikir panjang," tambahnya polos.

Yang menarik, Pak Dadang mengaku tidak menggunakan strategi khusus. "Saya cuma main kalau lagi istirahat. Kadang sambil nunggu pembeli, kadang sambil makan siang," ceritanya. Justru karena kesederhanaan berpikirnya itulah, mungkin, ia tidak terbebani oleh ekspektasi berlebihan. "Bagi saya, dapat sedikit saja sudah senang. Tidak pernah bermimpi dapat yang besar-besar," ujarnya dengan wajah jujur.

Ketika angka kemenangan akhir muncul—Rp 84.747.747—Pak Dadang hanya bisa terduduk lemas di pinggir jalan. "Saya kira ini salah lihat. Dihitung-hitung berkali-kali, ternyata benar," katanya sambil terkekeh. Butuh waktu lima menit baginya untuk benar-benar percaya bahwa itu bukan khayalan. Bahkan, ia sempat mengetok-ketok ponselnya, khawatir ada kerusakan di layar.

"Selama ini hidup cuma numpang lewat, taat ibadah, kerja keras, tidak pernah berharap banyak. Ternyata rezeki itu seperti sayur segar—datangnya tidak pernah tahu kapan, tapi pasti datang pada waktunya."

Perubahan Nasib di Pinggir Jalan

Siang itu, kehidupan Pak Dadang berubah dalam sekejap. Dengan tangan masih gemetar, ia menelpon anak sulungnya. "Anak saya kira ada apa-apa, soalnya saya telepon jam segini. Biasanya kalau tidak ada urusan penting, tidak berani telepon karena pulsanya terbatas," ceritanya. Begitu mendengar kabar tersebut, anaknya malah menangis di ujung telepon. "Dia nangis karena tidak percaya. Sudah bertahun-tahun hidup susah, tiba-tiba dapat rezeki nomplok seperti ini," ujar Pak Dadang dengan mata berkaca-kaca.

Keesokan harinya, Pak Dadang tetap berjualan sayur seperti biasa. "Bukan soal uangnya, tapi ini sudah jadi hidup saya," katanya. Tetangga-tetangga yang mendengar kabar tersebut berdatangan, ada yang ingin tahu, ada yang sekadar ikut bersyukur. "Mereka bilang, pantas saja kemarin ada pelangi padahal tidak hujan. Ternyata ada rezeki yang turun," ujarnya sambil tersenyum. Yang paling mengharukan, anak-anaknya yang selama ini harus putus sekolah karena tidak ada biaya, kini bisa melanjutkan pendidikan.

Dengan uang tersebut, Pak Dadang bisa membeli gerobak sayur yang lebih baik. "Selama ini cuma punya gerobak tua yang rodanya sering macet, sekarang bisa beli gerobak baru," katanya bangga. Tapi yang paling berkesan adalah ia bisa membelikan anak-anaknya sepeda untuk pergi sekolah. "Selama ini mereka harus jalan kaki jauh, sekarang punya sepeda," ucapnya dengan suara lembut.

Rahasia di Balik Kesederhanaan

Banyak yang bertanya apa rahasia Pak Dadang sampai bisa mendapatkan scatter hitam dua kali beruntun. Jawabannya justru sederhana: tidak ada rahasia. "Saya main tidak pakai mikir. Kalau dapat ya syukur, kalau tidak ya tidak apa-apa," ujarnya. Sikapnya yang tidak serakah inilah yang mungkin justru membawa keberuntungan. "Banyak teman yang main sampai lupa jualan, lupa kerja. Saya tidak mau seperti itu," tegasnya.

Pak Dadang juga punya prinsip: main hanya dengan uang sisa. "Tidak pernah pakai uang belanja, tidak pernah pakai uang bayar listrik. Paling uang jajan yang dikurangi," katanya. Disiplin inilah yang membuatnya tidak pernah mengalami kerugian besar. "Biasanya kalau sudah modal Rp 10.000 habis, ya sudah berhenti. Tidak pernah nekat," tambahnya.

Yang menarik, Pak Dadang percaya bahwa keberuntungannya itu adalah balasan dari ketulusannya selama ini. "Saya sering kasih sayur gratis untuk janda tua dan anak yatim. Kadang untuk keluarga yang memang tidak mampu," ceritanya. Tanpa disadari, kebaikan-kebaikan kecil itulah yang mungkin mengundang rezeki besar datang kepadanya.

Berkah yang Mengalir Deras

Setelah kemenangan besar itu, hidup Pak Dadang tidak berubah drastis. Ia masih menjadi penjual sayur yang rendah hati, masih berkeliling dengan gerobaknya, masih dengan senyuman yang sama. "Uang itu saya tabung untuk masa depan anak-anak. Sebagian untuk perbaiki rumah yang sudah bocor di mana-mana," ujarnya. Yang berubah adalah ketenangan dalam hatinya. "Sekarang tidak perlu khawatir kalau ada yang sakit, sudah ada tabungan," katanya lega.

Yang paling menyentuh, Pak Dadang menyisihkan sebagian uangnya untuk membantu anak-anak tidak mampu di sekitarnya. "Saya tahu bagaimana susahnya tidak bisa sekolah. Makanya saya ingin membantu yang lain," ujarnya. Setiap Jumat, ia membagikan sayuran gratis untuk keluarga yang kurang mampu. "Lihat mereka senang, hati saya juga senang," katanya dengan mata berbinar.

Usaha jualan sayurnya pun kini semakin lancar. Bukan karena ia sekarang terkenal, tapi karena ia menambah variasi sayuran dan pelayanan. "Sekarang bisa jual sayuran organik, ada paket sayuran untuk ibu-ibu," ujarnya bangga. Pelanggan yang dulu hanya sekadar lewat, kini sering menunggu kedatangannya untuk sekadar menyapa dan mendengar ceritanya.

Warisan Nilai yang Tak Ternilai

Bagi Pak Dadang, uang Rp 84 juta itu bukanlah warisan terbesar yang ingin ia tinggalkan. "Yang paling berharga adalah cerita ini. Cerita bahwa rezeki itu pasti datang kepada orang yang bersyukur dan bekerja keras," ujarnya. Ia sering bercerita kepada anak-anak muda yang berkumpul di warung kopi tentang pentingnya tidak putus asa. "Saya saja yang cuma tamatan SD bisa dapat rezeki seperti ini, masa kalian yang sekolah lebih tinggi tidak bisa?" katanya memotivasi.

Anak-anak Pak Dadang mengaku ayah mereka sekarang lebih banyak tersenyum. "Dulu sering khawatir, sekarang lebih tenang. Tapi sikapnya tidak berubah, masih sama-sama rendah hati," ujar anak sulungnya. Bahkan, kini mereka bisa menabung untuk masa depan—impian yang selama ini hanya angan-angan.

Yang tidak berubah adalah kebiasaan sederhana Pak Dadang. Ia masih main game dengan modal kecil, masih duduk di pinggir jalan yang sama, dan masih dengan hati yang bersyukur. "Bermain jangan untuk cari kaya, tapi untuk hiburan. Biar rezeki yang menentukan," pesannya. Mungkin justru karena sikapnya inilah, keberuntungan memilihnya dari antara banyak orang.

Pesan dari Seorang Penjual Sayur

Jika ada satu pelajaran yang bisa diambil dari kisah Pak Dadang, itu adalah tentang arti kesabaran dan kepasrahan. "Kita hanya bisa berusaha, hasilnya kita serahkan pada Yang Di Atas," ujarnya. Selama bertahun-tahun berjualan sayur, ia belajar bahwa seperti sayur yang segar, kehidupan pun punya musimnya sendiri. "Yang penting kita terus berusaha, jangan menyerah," analoginya sederhana namun dalam.

Pelajaran kedua adalah tentang pentingnya tetap rendah hati. Meski sekarang memiliki tabungan yang cukup, Pak Dadang tidak pernah sombong. "Dulu sebelum kaya hati, sekarang setelah dapat rezeki besar malah harus lebih kaya hati," ujarnya berfilosofi. Ia tetap melayani pelanggan dengan ramah, tetap membantu tetangga yang kesusahan, dan tetap menjadi pribadi yang sederhana.

Terakhir, Pak Dadang mengajarkan tentang arti bersyukur. Setiap kali ada yang menanyakan rahasia keberhasilannya, ia selalu menjawab: "Bersyukur atas yang sedikit, nanti yang banyak akan datang. Bersyukur dalam susah, nanti senang akan menghampiri." Bagi seorang penjual sayur keliling di Karawang, filosofi ini telah terbukti membawa berkah dalam hidupnya.

"Sayur bisa layu kapan saja, rezeki juga bisa datang kapan saja. Yang penting kita siap dan tidak pernah menyerah. Seperti menanam sayur, sedikit-sedikit lama-lama jadi kebun."

Pertanyaan yang Sering Ditanyakan

Apakah Pak Dadang masih bermain setelah menang besar?
Masih, tapi tetap dengan modal kecil. "Biasa, Rp 10.000-15.000 saja. Cuma untuk hiburan," katanya.

Bagaimana perubahan terbesar dalam hidupnya?
"Ketenangan hati. Sekarang tidak perlu khawatir tentang biaya sekolah anak dan biaya berobat," ujarnya.

Apa nasihatnya untuk pemain lain?
"Jangan serakah. Main untuk senang-senang, bukan untuk cari kaya. Biar rezeki yang datang mencari kita."